Jumat, 30 September 2011

Etika Pergaulan


1.1 Latar Belakang Masalah
Hukum pada intinya merupakan suatu aturan yang mengikat pada tiap diri seseorang sebagai kontrol, dan dengan kontrol itu diharapkan seseorang tidak akan melakukan perbuatan yang melanggar batas dan nantinya akan merugikan orang lain. Hukum itu sendiri muncul karena pada dasarnya setiap diri manusia memiliki dua sifat yang cenderung bertentangan. Yang satu selalu ingin melakukan kebaikan karena memang manusia pada dasarnya memiliki nurani yang bersih namun pada sisi yang lain manusia juga tak terlepas dari “nafsu ” memiliki keinginan untuk berbuat sesuatu (makan, minum, berbuat kemaksiatan, dll). Untuk itu, perlu adanya sebuah pembatas sebagai kontrol agar terciptanya sebuah ketenteraman dan kemaslahatan dalam sebuah masyarakat.
Allah adalah Tuhan yang Maha sempurna, maka hukum yang Dia buat harus sempurna pula. Karena apabila tidak, tentu berdampak pada persepsi manusia. Mereka akan meragukan kepercayaannya mengenai adanya Tuhan di alam ini. Dalam asma’ul husna disebutkan bahwa Ia memiliki sifat اول, أخر, ظاهر, باطن, yang pertama, dan terakhir, yang dhohir dan batin. Jadi Ia juga memiliki hukum yang berlaku sepanjang zaman. Bukan hanya mengatur pada aspek legal kemasyarakatan tetapi juga mengatur kepentingan-kepentingan ukhrawi.
Hal ini bisa dipahami melalui kata ظاهر, kita bisa memaknai bahwasanya hukum yang bersifat dhohir adalah hukum yang mengikat/mengatur tentang keduniaan. Dan bisa dikatakan cakupan hukum yang dhohir sama dengan hukum positif yang biasa diberlakukan bagi warga negara. Yang kedua kata باطن, kita bisa memaknai bahwasanya hukum yang bersifat batin adalah hukum yang mengatur pada aspek ukhrawi. Dan inilah yang tidak dimiliki oleh hukum positif lainnya.
Dalam bukunya Dr. Muhammad Muslehuddin, Jackson telah mengungkapkan: “Hukum Islam menemukan sumber utamanya pada kehendak Allah sebagaimana diwahyukan kepada Nabi Muhammad[1]. Ia menciptakan sebuah masyarakat mukmin, walaupun mereka mungkin terdiri atas berbagai suku dan berada di wilayah-wilayah yang amat jauh terpisah. Agama, tidak seperti nasionalisme atau geografi, merupakan suatu kekuatan kohesif utama. Negara itu sendiri berada di bawah (subordinate) Al-Qur’an, yang memberikan ruang gerak sempit bagi pengundangan tambahan, tidak untuk dikritik maupun perbedaan pendapat. Dunia ini dipandang hanya sebagai ruang depan bagi orang lain dan sesuatu yang lebih baik bagi orang yang beriman. Al-Qur’an juga menentukan aturan-aturan bagi tingkah laku menghadapi orang-orang lain maupun masyarakat untuk menjamin sebuah transisi yang aman. Tidak mungkin memisahkan teori-teori politik atau keadilan dari ajaran-ajaran Nabi, yang menegakkan aturan-aturan tingkah laku, mengenai kehidupan beragama, keluarga, sosial, dan politik. Ini menimbulkan hukum tentang kewajiban-kewajiban daripada hak-hak, kewajiban moral yang mengikat individu, dari mana tidak (ada otoritas bumi yang) bisa membebastugaskannya, dan orang-orang yang tidak mentaatinya akan merugikan kehidupan masa mendatangnya.
Dari ungkapan Jackson di atas, telah jelas bahwa Islam menentukan aturan-aturan tingkah laku mengenai hal-hal yang bersifat legal kemasyarakatan/publik, yang diungkapkan pada kalimat : “ajaran-ajaran Nabi, yang menegakkan aturan-aturan tingkah laku, mengenai kehidupan beragama, keluarga, sosial, dan politik”. Dan yang kedua, mengenai aspek moral/individu, yang diungkapkan pada kalimat terakhir. Inilah ciri utama yang dimiliki hukum Islam yang tidak ada bandingannya.
Yang kedua hukum Islam itu bersifat universal. Mencakup seluruh manusia ini tanpa ada batasnya. Tidak dibatasi pada negara tertentu, benua, daratan, atau lautan. Seperti halnya pada ajaran-ajaran nabi sebelumnya. Misalkan, Nabi Musa hanya mencakup pada kawasan Mesir dan sekitarnya, Nabi Isa mencakup pada kawasan Israel, dan lain sebagainya. Ini didasarkan pada Al-Qur’an yang memberikan bukti bahwa hukum Islam tersebut ditujukan kepada seluruh manusia di muka bumi. Allah berfirman :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ.
Artinya : “Dan Kami (Allah) tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya, untuk membawa berita gembira dan berita peringatan. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”[2]
يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يَشْفَعُونَ إِلا لِمَنِ ارْتَضَى وَهُمْ مِنْ خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ.
Artinya : “Dan Kami (Allah) tidak mengutus kamu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” [3]
Dalam hal ini yang menjadi persoalan dasar adalah hukum yang pernah diterapkan dalam sebuah masyarakat itu beragam. Kita ambil contoh saja hukum Islam dan hukum positif yang mana keduanya sama-sama mengikat. Dan tentu prinsip dari masing-masing hukum itu berbeda pula. Hukum positif tidak diperbolehkan menembus pada aspek privat, yakni hal-hal yang tidak berimplikasi pada publik. Sedangkan hukum Islam sebaliknya, yakni mengatur hal-hal yang demikian. Misalkan, setiap orang Islam harus mencerminkan akhlaqul karimah kepada sesamanya dan melaksanakan shalat fardhu. Tentu apabila ada orang yang tidak melaksanakannya tidak akan dihukum melalui pengadilan sebagai lembaga eksekusi hukum positif. Menanggapi dari pendahuluan tadi, pemakalah akan mengulas “Aturan pergaulan dalam perspektif Islam.” Sehingga, kita dapat mengetahui etika pergaulan antara laki-laki dan perempuan menurut Al-Qur-an dan hadits.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa pengertian aturan pergaulan dalam Islam?
1.2.2 Mengapa pergaulan diatur oleh Islam?
1.2.3 Bagaimana aplikasi pergaulan dalam Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Aturan Pergaulan
Pergaulan memiliki makna yang sama dengan etika. Jadi menurut hemat penulis pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah "Ethos", yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu "Mos" dan dalam bentuk jamaknya "Mores", yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:
a. Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
b. Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Filsuf Aristoteles menjelaskan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut:
  1. Terminius Techicus : Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
  2. Manner dan Custom : Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian "baik dan buruk" suatu tingkah laku atau perbuatan manusia. ([4])
Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:
a. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak (The principles of morality, including the science of good and the nature of the right)
b. Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions)
c. Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral sebagai individual. (The science of human character in its ideal state, and moral principles as of an individual)
d. Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty)
Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pergaulan merupakan segala tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dengan i`tikad baik / buruk yang dilakukan oleh setiap individu. Sehingga kehidupan di dunia ini sangat beragam: baik-buruk, putih-hitam, penyelamat-penjahat. Semua itu tiada lain merupakan akhlaq yang mengiasi kehidupan ini. Namun, kita perlu menggaris bawahi bahwa setiap amal yang kita perbuat selama ini akan dipertanggungjawabkan diakhir kelak.
2.2 Dasar-Dasar Peraturan Pergaulan Dalam Islam
2.2.1 Al-Qur-an
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ وَاللَّهُ لا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا.
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu ke luar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.” {Q.S Al – Azhab (33) : 53}
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ.
Artinya :
“Katakanlah kepada orang laki laki yang beriman, “ Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemuliaan : yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (Q.S Al – Hujurat : 30)
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا.
Artinya : “Apabila ada orang memberi hormat (salam) kepada kamu, balaslah hormat (salamnya) itu dengan cara yang lebih baik, atau balas penghormatan itu (serupa dengan penghormatannya ).Sesungguhnya tuhan itu menghitung segala sesuatu” (Q.S. An – Nisa: 8)
فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ.
Artinya:
“ Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah – rumah (ini) hendaklah kamu member salam kepada ( penghuninya yang berarti member salam ) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lag baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat (Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. ” (Q.S. An – Nur : 61)
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
Artinya:“Dan pada waktu malam shalat tahajudlah kamu seabagai tambahan sunnah bagimu, semoga tuhanmu memberikan kepadamu kedudukan yang terpuji (mulia)”
(Al-Isra : 79)
2.2.2 Al-Hadits
عن ابن عباس رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يخطب يقول : لا يخلون رجل بإمرأة الا ومعها ذومحرم ولاتسافرالمرأة الامع ذي مخرم. فقام رجل. فقال : يارسول الله, إن إمرأتى خرجت حاجة وإنى اكتتبت فى غزوة كذا و كذا, فقال: انطلق فحج مع إمرأتك (متفق عليه)
Artinya: “ Ibnu Abbas berkata, ” saya mendengar Rasulullah SAW berkhotbah, “ Janganlah seorang laki – laki bersama degan seorang perempuan, melainkan (hendaklah) besertanya (ada) mahramnya, dan janganlah bersafar (berperian) seorang perempuan, melainkan dengan mahramnya. “ Seseorang berdiri lalu berkata. “ Ya Rasulullah, istri saya keluar untuk haji, dan saya telah mendaftarkan diri pada peperangan anu dan anu. ”. maka beliau bersabda, “Pergilah dan berhajilah bersam istrimu” (Mutatafaq Alaih)
عن ابي سعيدالخدري ري رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إياكم ولجلوس على لطرقات فقالوا: مالنابد إنماهي مجالسنا نتحدث فيها قال: فإذا أبيتم إلا المجالس فأعتواالطريق؟ قال: غضالبصروكف الأذى وردالسلام وأمرباالمعروف ونهي عن المنكر. (رواه اليبخارى ومسلم وأبوداود)
Artinya: “Dari Abu Said Al – Khudry r.a., Rasulullah SAW. Bersabda, ‘ Kamu semua harus menghindari untuk duduk diatas jalan ( pinggir jalan ) dalam riwayat lain, dijalan mereak berkata, “ Mengapa tidak boleh padahal itu adalah tempat dudk kami untuk mengobrol. Nabi bersabda, “ Jika tidak mengindahkan larangan tersebut karena hanya itu tempat mengobrol, berilah hak jalan.” mereak bertanya, “Apakah hak jalan itu?” Nabi bersabda, “Menjaga pandangan mata, berusaha untuk tidak menyakiti, menjawab salam, memerintah kepada kebaikan, dan melarang kepada kemungkaran” ( H.R Bukhari, Muslim, dan Abu Daud )
عن عبدالله بن سلام قال:قال رسولله رسول الله صلى الله عليه وسلم: ياايهاالناس, افشوالسلام وصلواالارحام واطعمواالطعام وصلوابااليل واناس نيام تدخلوالجنة بسلام. (أخرجه الترمذى وصححه)
Artinya: “Dari Abdullah bin Salam ia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW., “ Hai manusia siarkanlah salam dan hubungan keluarga – keluarga dan berilah makan dan shalatlah pada malam ketika manusia tidur, niscaya kamu masuk surge dengan sejahtera.”
(Dikeluarkan oleh Turmudzi dan ia sahihkannya)
عن عبدالله بن عمر رضي الله عنه أن رجلا سأل النبي صلى الله عليه وسلم: أي الاسلام خير؟ قال: تطعم اطعام وتقرءالسلام على من عرفت ومن لم تعرف
(رواه البخارى ومسلم)
Artinya : “Abdullah Ibn Umar berkata, bahwa seorang laki – laki telah bertanya kepada Rasulullah SAW., “ Islam seperti apakah yang paling baik? Nabi menjawab, “ Memberi makan dan mengucapkan salam, baik kepada yang kamu kenal maupun kepada yang tidak kamu kenal.” ( H.R. Bukhari dan Muslim )
إذادخلتم بيتا فسلموا على أهله فإذا خرجتم فأودعواأهله بسلام (رواه البيهقى)
Artinya : “Apabila seorang di antara kamu masuk ke dalam suatu rumah, maka hendaklah dia mengucapkan salam. Apabila ia lebih dulu berdiri meninggalkan rumah itu, hendaklah ia mengucapkan atau memberi salam pula.” (H.R. Al – Baihaqi)
ألاأدلكم على ماتحبون به؟ أفشواالسلام بينكم (رواه مسلم)
Artinya : “ Maukah aku tunjukan sesuatu yang dengan itu kamu semua akan saling mencintai? Sebarkanlah salam diantara kamu semua.” (H.R. Muslim)
لا تسلمواتسليم اليهود فإن تسليمهم بالرءوس والأكف. (رواه النسائ)
Artinya : “ Janganlah memberkan salam dengan salamnya orang – orang Yahudi karena salam mereka adalah dengan kepala dan telapak tangan. ” (H.R. Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar